Sebagai bangunan cagar budaya Stasiun Tanjung Priok menyimpan sejumlah misteri yang tidak diketahui banyak orang. Salah satunya bunker peninggalan zaman Belanda.
Terletak di Jalan Taman Stasiun No 1, Tanjung Priok, Jakarta Utara, bangunan cagar budaya itu dikelola oleh Daops 1 KAI. Stasiun ini berdasarkan catatan sejarah ini dibangun tahun 1885. Pada zaman dulu, bangunan Stasiun Priok merupakan pintu gerbang Hindia-Belanda.
Terletak di Jalan Taman Stasiun No 1, Tanjung Priok, Jakarta Utara, bangunan cagar budaya itu dikelola oleh Daops 1 KAI. Stasiun ini berdasarkan catatan sejarah ini dibangun tahun 1885. Pada zaman dulu, bangunan Stasiun Priok merupakan pintu gerbang Hindia-Belanda.
Kawasan Stasiun Priok memiliki luas lahan 46.930 meter persegi, dengan luas bangunan 3.768 meter persegi. Stasiun Tanjung Priok itu mengusung arsitektur dengan lagam bangunan art deco. Di balik bangunan megah dan mewah itu, tersembunyi bunker peninggalan zaman Belanda.
Menelusuri letak bunker peninggalan Belanda di stasiun tersebut. Bunker itu berada di Hall Stasiun sisi utara tepatnya di samping ruang istirahat petugas keamanan. Terdapat anak tangga yang mengarah turun ke bunker. Kondisi yang gelap, dan anak tangga yang kecil harus membuat langkah kaki berjalan hati-hati. Kondisi udara di bawah juga lembab akibat rembesan air di lantai.
Bunker itu hanya memiliki luas 4x4 meter persegi, setidaknya ada 5 ruang berukuran kecil seperti pintu masuk, namun tertutupi lapisan tembok. Salah satu lapisan tembok di sisi kanan bunker terdapat coak bongkaran yang bisa dimasuki oleh orang. Kondisi lorong itu pun gelap gulita tidak memiliki penerangan lampu. Di bagian dalam lorong pun terdapat genangan air setinggi lutut orang dewasa.
Bunker itu hanya memiliki luas 4x4 meter persegi, setidaknya ada 5 ruang berukuran kecil seperti pintu masuk, namun tertutupi lapisan tembok. Salah satu lapisan tembok di sisi kanan bunker terdapat coak bongkaran yang bisa dimasuki oleh orang. Kondisi lorong itu pun gelap gulita tidak memiliki penerangan lampu. Di bagian dalam lorong pun terdapat genangan air setinggi lutut orang dewasa.
Selain bunker di hall sisi utara, terdapat dua bunker lainnya di sisi timur dan barat. Hingga kini bunker di Stasiun Tanjung Priok itu masih menjadi misteri yang belum terungkap utuh. Belum diketahui menyambung kemana lorong bawah tanah itu.
Riwayat Stasiun Tandjong Priok Rail Way
Keberadaan Stasiun Tanjung Priok dibagi dalam dua periode. Pada awalnya stasiun tersebut terletak persis di atas dermaga pelabuhan. Pembangunannya pun masih satu paket dengan pelabuhan Tanjung Priok yang dibangun oleh jawatan pelabuhan Hindia-Belanda. Jalur Tanjung Priok-Sunda Kelapa sudah tersambung sejak 1877. Stasiun Priok-nya sendiri selesai pada 1883, dan diresmikan bersamaan dengan pembukaan pelabuhan pada 1885. Setelah itu pengelolaan stasiun dan jalur kereta api Sunda Kelapa-Tanjung Priok diserahkan kepada Staatspoorwegen (SS).
Keberadaan pelabuhan Tanjung Priok yang masih baru dan memiliki areal lebih luas dari Sunda kelapa ketika itu mendorong pembukaan destinasi baru pelayaran dari luar ke pulau Jawa melalui Tanjung Priok. Pertumbuhan bisnis pariwisata di Hindia Belanda yang tengah menggeliat sejak separuh akhir abad XIX hingga awal abad XX seiring dengan pembukaan rute-rute baru kereta api menuju pelosok-pelosok pulau Jawa.
Banyak hotel dibuka di sekitar pelabuhan dan stasiun Tanjung Priok untuk melayani penumpang kapal laut yang ingin istirahat sementara untuk besoknya melanjutkan perjalanan dengan kereta api. Biasanya jadwal kereta api Tanjung Priok-Batavia NIS, Tanjung Priok-Kemayoran (SS), Tanjung Priok-Batavia B.O.S. (SS) yang dicetak oleh Departemen Pariwisata Hindia Belanda sudah disediakan di tiap-tiap hotel sekitar pelabuhan dan stasiun.
Di Batavia sendiri pun dengan selesainya jalur lingkar (ceinturbaan) kereta api Staatspoorwegen (SS) pada 1899-1900 semakin mempermudah akses warga kota dan sekitarnya yang melakukan perjalanan kapal laut melalui Tanjung Priok atau para pelancong yang baru tiba di pelabuhan menuju Batavia. Pada awal beroperasinya jalur lingkar Batavia, tercatat ada 20 perjalanan kereta api (40 perjalanan pp) per hari rute Tanjung Priok-Batavia dan Tanjung Priok-Kemayoran. Bagi para penumpang yang baru datang dari pelabuhan atau baru saja check out hotel sekitar pelabuhan yang ingin pergi ke Buitenzorg (Bogor), akan diarahkan menuju stasiun Batavia NIS.
Di stasiun tersebut ada rangkaian kereta api rute Batavia NIS-Weltevreden (Gambir)-Buitenzorg. Sedangkan bagi yang ingin melanjutkan perjalanan jauh menuju Sukabumi, Bandung, Garut akan diminta untuk naik kereta api menuju stasiun Kemayoran. Di stasiun Kemayoran ketika itu sudah ada perjalanan kereta api SS langsung menuju daerah Priangan.
Sepanjang akhir abad ke-19 sampai abad ke-20 aktivitas Pelabuhan Tanjung Priok terus meningkat. Areal pelabuhan diperluas dan Stasiun Tanjung Priok Lama digusur. Sebagai gantinya, pada 1914 di sebelah Halte Sungai Lagoa dibangun stasiun baru yang lebih megah. Stasiun Tanjung Priok dibuka untuk umum pada 1925, bertepatan dengan peluncuran pertama kereta listrik rute Priok-Jatinegara. Diharapkan stasiun baru itu dapat menampung penumpang dari kapal yang jumlahnya terus bertambah setiap tahun.
Karena fungsinya lebih kepada pelayanan penumpang, Stasiun Tanjung Priok hanya sebentar mengalami kejayaannya. Perang Dunia II membuat perawatan stasiun menjadi terabaikan. Pasca Proklamasi Ke-merdekaan Indonesia, banyak terjadi penguasaan sepihak lahan/ aset milik Kereta Api. Dampak urbanisasi besar-besaran turut membuat kondisi sekitar stasiun semakin padat penduduk dan kumuh. Selain itu tren bepergian dengan pesawat terbang melalui Bandara Kemayoran membuat jadwal perjalanan kereta api di Stasiun Tanjung Priok banyak dikurangi karena penumpang yang terlalu sedikit.