Minggu, 26 Desember 2010

Hanya "KIAMAT" yang dapat membubarkan FBR


Ahad, 29 April 2009. Langit kota Jakarta tampak teduh, seakan turut berduka cita atas wafatnya Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), KH. A. Fadloli el-Muhir, di RS Harapan kita pada pukul 14.45 wib. Ribuan masyarakat Betawi, yang terdiri dari pria dan wanita, yang mengenakan seragam hitam memadati kediaman KH. A Fadloli el-Muhir dan (sekaligus) Markas Besar FBR, yakni Pondok Pesantren Yatim "Ziyadatul Mubtadi-ien", yang terletak di Jl. Raya Penggilingan No. 100 Pedaengan Cakung Jakarta Timur. 

Suara isak tangis dan ratapan mereka seolah menggugat Sang Khalik dan mempertanyakan kenapa "Bapak" mereka begitu cepat harus dipanggil menghadap kehadirat-Nya. Tapi, takdir Tuhan tidak akan terbantahkan, hanya saja kita mungkin yang terlalu bodoh untuk menyingkap misteri atau hikmah dibalik keputusan-keputusan-Nya.


Ternyata sebagai masyarakat yang religius, FBR sadar bahwa perjuangan harus terus dilanjutkan. Isak tangis dan ratapan mereka pun selesai setelah jenazah Almarhum KH. A. Fadloli el-Muhir dikembumikan di pelataran Pondok Pesantren tersebut pada tanggal 30 April 2009 ba'da Shalat Zhuhur. Selanjutnya mereka sepakat untuk menunjuk KH. Lutfi Hakim, MA, yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal FBR, untuk melanjutkan tongkat estafe kepemimpinan di tubuh organisasi FBR dan Pondok Pesantren yatim "Ziyadatul Mubtadi-ien". 


Keputusan tersebut menepis asumsi sementara masyarakat bahwa FBR akan sirna bersama mangkatnya KH. A. Fadloli el-Muhir. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus, dan beliau termasuk pemimpin yang sukses, karena banyak mempunyai kader-kader penerus kepemimpinannya, di antaranya adalah KH. Lutfi Hakim, MA.


KH. Lutfi Hakim, MA adalah salah seorang deklarator dan pendiri FBR serta pengurus pondok pesantren "Ziyadatul Mubtadi-ien. Penunjukan dirinya sebagai Ketua Umum FBR yang baru mengikuti tradisi kepemimpinan di tubuh FBR khususnya dan masyarakat Betawi pada umumnya bahwa panutan hidup mereka adalah para ulama, bukan para birokrat atau militer sebagaimana kepemimpinan pada sementara ormas yang lain.

Kini, masyarakat Betawi kembali mempunyai harapan, dan harapan itulah yang membuat mereka tetap hidup. Jika harapan mereka sirna, maka secara aktual ataupun potensial kehidupan mereka pun musnah. Harapan adalah unsur instrinsik struktur kehidupan, dinamika spirit manusia FBR. Harapan mereka berhubungan erat dengan unsur lain dari struktur kehidupan: yakni keimanan. Keimanan mereka itu bukan bentuk lemah dari kepercayaan atau pengetahuan. Ia juga bukan merupakan keyakinan kepada ini dan itu. 


Keimanan mereka adalah kepastian terhadap yang belum terjamin, pengetahuan tentang kemungkinan yang riil, dan kesadaran akan tetap berlanjutnya perjuangan untuk bangkit menjadi entitas yang diperhitungkan di kota Jakarta..

Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam Rempug

Tidak ada komentar:

Posting Komentar