KH. Lutfi Hakim, MA Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR) ini lahir di Jakarta 5 Nopember 1972.
Lahir dari pasangan KH. Zahrudin bin Muhir dan Hj. Samiyah binti H. Jimmy, merupakan Ketua Umum FBR sejak 2009 menggalkan KH. Fadohli El Muhir yang merupakan pamannya.
Suami dari Hj. Eti Susilowati, SE dan ayah dari beberapa orang anak ini memulai pendidikan formalnya di SDN 13 Cakung. Setelah tamat SD, ia melanjutkan ke SMPN 144 Cakung. Tamat SMP, ia melanjutkan ke MAN 8 Cakung.
Lulus dari Aliyah, ia kemudian kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah itu, ia mengambil S2 sampai lulus dengan gelar MA di Universitas Islam Asy-Syafi'iyah. Selama kuliah, ia aktif di organisasi HMI Cabang Ciputat dari tahun 1995 s/d 1997. Ia aktif di FBR dari tahun 2001 sampai sekarang dengan jabatan terakhir sebagai Ketua Umum FBR.
Salah satu perhatiannya tercurahkan kepada pelestarian dan pengembangan Silat Ji'it. Konon, seni beladiri diri ini telah berkembang ratusan tahun di Cakung, Jakarta Timur, tempat kelahiran dan tempat tinggalnya sampai sekarang.
Menurutnya, meski tidak diketahui secara gamblang siapa penciptanya, namun seni beladiri ini menjadi keterampilan beladiri andalan para jawara Cakung. Untuk bisa mempelajari seni beladiri ini, setiap calon pesilat wajib melakukan sedekah atau sejenis selamatan sederhana.
Uniknya,jamuan selamatan harus memuat tiga macam hidangan, termasuk yang harus dimakan calon pesilat, yakni nasi ketan, ikan capung, dan telor. Tiga makanan ini mengandung unsur magis saat pesilat mencapai tataran/tingkatan tertinggi. Nasi ketan diyakini mampu menyedot gerakan lawan, ikan capung membantn kelincahan gerak, dan telor untuk memumikan hati agar energi tubuh/tenaga dalam tergali dengan baik. Jika rangkaian jumlah dan tenaga dalam sudah dikuasai, maka ilmu beladiri pesilat akan disempurnakan dengan tenik memainkan golok khas Cakung.
"Kalau belum menguasai seluruh jurus Ji'it, pesilat belum boleh menggunakan golok
Cakung. Jadi kalau ada yang sudah bisa memainkan golok Cakung berarti sudah menguasai silat Ji' it," ungkapnya pada sebuah kesempatan wawancara oleh sebuah media online. Dia mengungkapkan, setidaknya ada 13 Jurus dasar dalam silat Ji' it, mulai dari pukulan, tendangan hingga melumpuhkan lawan. Silat ini juga tergolong agak sulit dipelajari. Sebab, setiap teknik pukulan maupun tendangan bersifat pendek dan cepat. Bahkan, seluruh gerakan tidak ada gerakan mundur. "Seluruhnya maju. Pukulan-pukulan juga harus 'lengket' (pendek dan eepat). Belum lagi, kalau sudah pake golok harus benar-benar pas".
Cakung. Jadi kalau ada yang sudah bisa memainkan golok Cakung berarti sudah menguasai silat Ji' it," ungkapnya pada sebuah kesempatan wawancara oleh sebuah media online. Dia mengungkapkan, setidaknya ada 13 Jurus dasar dalam silat Ji' it, mulai dari pukulan, tendangan hingga melumpuhkan lawan. Silat ini juga tergolong agak sulit dipelajari. Sebab, setiap teknik pukulan maupun tendangan bersifat pendek dan cepat. Bahkan, seluruh gerakan tidak ada gerakan mundur. "Seluruhnya maju. Pukulan-pukulan juga harus 'lengket' (pendek dan eepat). Belum lagi, kalau sudah pake golok harus benar-benar pas".
Golok Cakung merupakan senjata pamungkas dalam seni beladiri ini. Sebab, teknik menggunakan golok Cakung memerlukan ketekunan dan keikhlasan. Mengingat golok Cakung punya makna dan nilai sejarah tersendiri. Konon, golok Cakung dieiptakan pertama kali oleh seorang empu. Sang empu tersebut hanya mengapit besi diketiak dan jadilah golok. Sehingga, golok Cakung memiliki ciri khas sedikit bengkok/tidak lurus. Sedangkan ciri lainnya, ujungnya meruncing ke arah bawah, tidak ke atas laiknya golok pada umumnya. Sedangkan panjangnya sekitar 30-35 sentimeter.
Ia mengungkapkan, saat ini tidak banyak warga Betawi Cakung yang mengusai silat tersebut. Sebab, untuk sampai tingkat tertingi cukup sulit. "Jadi kalau ada orang yang sudah menyimpang secara khusus golok Cakung pasti dia sudah menguasai Silat Ji' it. Saat ini paling 50 orang yang menguasai secara sempurna," kata Ketua FBR itu. Karenanya, melalui FBR, ia bertekad akan melestarikan silat warisan nenek moyang ini. Apalagi, menurut cerita warga setempat, silat Ji'it pernah dipakai warga Cakung melawan agresi militer Belanda saat terjadi perang di Karawang hingga Bekasi, dan perlawanan itu berhasil.
"Silat ini umumya sudah ratusan tahun. Saat perang kemerdekaan Juga dipakai warga untuk melawan penjajah. Karena itu, melalui anggota kita terus sosialisasikan dan mencari penerus-penerus silat ini agar tidak punah," tukasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar