Dalam
buku Babad Tanah Betawi, Ridwan Saidi sang penulis buku tersebut, “mengklaim”
bahwa nenek moyang orang Betawi adalah Aki Tirem atau Sang Aki Luhur
Mulya, seorang penghulu kampung yang tinggal di pinggiran Kali Tirem,
Warakas, Tanjung Priuk.
Aki
Tirem sebagaimana yang tercatat dalam Naskah Pangeran Wangsakerta dalam Pustaka
Rajyarajya I Bhumi Nusantara, Parwa 1, Sarga 1, adalah putera Ki Srengga, Ki
Srengga Putera Nyai Sariti Warawiri, Nyai Sariti Warawiri puteri Sang Aki
Bajulpakel, Aki Bajulpakel putera Aki Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan
kemudian berdiam di Jawa Barat sebelah Barat, Aki Dungkul putera Ki Pawang
Sawer, Ki Pawang Sawer Putera Datuk Pawang Marga, Datuk Pawang Marga putera Ki
Bagang yang berdiam
di swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda, ia berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana sebelah barat.
di swarnabhumi sebelah utara, Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk Waling putera Datuk Banda, ia berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera Nesan, yang berasal dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari negeri Yawana sebelah barat.
Setelah
menikahkan anaknya Pohaci Larasati dengan sorang pangeran pelarian dari India
yang berilmu tinggi, Dewawarman, maka keturunan Aki tirem inilah yang oleh
Ridwan Saidi disebut sebagai manusia proto betawi. dan terus berkembang sampai
sekarang sebagai etnis yang mendiami wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Menurut
perkiraan saat ini, orang Betawi yang ada di Jakarta itu ada sekitar 27 persen
atau 2.310.587 jiwa. Jumlah ini artinya etnis Betawi menjadi etnis terbanyak
kedua setelah etnis Jawa yang sekitar 33 persen. Warga pribumi Jakarta ini
hidup terpencar-pencar di lima wali kota. Lalu etnis Betawi yang hidup di Bekasi, Tangerang, dan Depok mencapai angka 2.340.000-an jiwa.
Betawi sebagai etnis sudah ada sejak lama, secara
tertulis sebutan orang Betawi pertama kali terdapat dalam dokumen 1644 berupa
testament Nyai Inqua, janda Tuan Tanah Souw Beng Kong, Kapiten Tionghoa pertama
ditanah Betawi. Tetapi sebagai satuan sosial dan politik, etnis Betawi baru
muncul ketika Mohamad Husni Thamrin mendirikan organisasi kemasarakatan
Perkoempoelan Kaoem Betawi. Di saat itu mungkin baru kaum terpelajar dan
segelintir saja orang Betawi, yang sadar sebagai suatu golongan etnis yang akan
berperan dalam panggung sosial politik.
Ormas Betawi Dan Etnisitas
Organisasi kemasyarakatan adalah salah satu wadah
warga, rakyat, masyarakat untuk berekspresi, mengapresiasikan pikirannya
ditengah masyarakat bangsa, negara. Dengan wadah ini mereka bebas mengemukakan
ide-idenya, melampiaskan isi hatinya serta sadar memperjuangkan hak-hak
sipilnya. Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang baik dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Ormas itu kepentingannya lebih luas dan tidak lah sempit, dalam
arti tidak hanya mempunyai satu ataupun dua kepentingan saja namun juga memandang kepentingan aspek segi kemanusiaan, sosial, politik dan budaya masyarakat sesuai pasal 1 s/d 6 Undang-undang No.17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Bahwa Ormas berfungsi sebagai sarana dan mewujudkan tujuan negara.
Orang Betawi sendiri, sebagai tuan rumah yang makin
tersisih di tengah keragaman etnik di ibu kota, mencoba berhimpun untuk
mengangkat eksistensinya. Kini mereka tumbuh sebagai sebuah komunitas dalam
beberapa organisasi kemasyarakatan. Bagi sebagian besar warga Jakarta, nama Forum Betawi
Rempug atau FBR yang dikomandani KH. Fadholi El Muhir, sudah sangat familiar. Ada yang lewat Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI), Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang
(IKBT), Persatuan warga Betawi (PERWABI), Persatuan Masyarakat Betawi(PMB),
Persatuan Orang Betawi (POB) dan masih banyak lagi.
Pasca lengsernya Orde Baru, bangsa Indonesia
dihadapkan pada realitas sosial politik yang benar-benar tidak menguntungkan
dan jauh dari kondusif. Jika selama Orde Baru, aparat negara sering terlibat
kekerasan sosial dan politik. Maka di era reformasi ini, aksi-aksi kekerasan
diambil alih oleh oknum ormas-ormas sektarian. Ormas-ormas ini ada yang mengusung suku maupun agama.
Kekuatiran memang sering muncul kalau ada ormas yang
basisnya adalah ikatan primordial terutama suku. Misalnya, ormas yang berbasis
massa betawi seperti FBR, FORKABI, PMB, POB dan lainnya, ormas Banten seperti
Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI), Kelompok Ambon, Kelompok Flores, Kelompok Madura dan sebagainya. Kekuatirannya adalah masyarakat justru akan terpecah belah
menurut garis-garis primordial. Dan ribetnya lagi semua ormas diluar suku betawi tersebut berbasis tumplek-blek ditempat yang sama, di Tanah Betawi.
Sebagai Ibu Kota negara,
Jakarta memang menjadi impian orang manapun di negeri ini, makanya tak heran
setiap tahun, bulan, minggu, hari para pendatang baru terus berbondong-bondong
membanjiri Jakarta, sehingga memunculkan kemiskinan dan pengangguran baru.
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab utama lahirnya premanisme dan
“penyakit masyarakat” lainnya. Apalagi kini angka pengangguran terus meningkat.
maraknya premanisme lebih disebabkan oleh kemiskinan mental dan kemiskinan
natural, dalam arti tidak mempunyai materi. Pelaku premanisme umumnya orang
yang tidak mengenyam pendidikan. Selain itu, mereka berasal dari keluarga yang biasanya
miskin.
Dikarenakan faktor tersebut, berbagai Oknum Ormas sering terlibat dalam beberapa peristiwa yang memancing emosi massa di Jakarta. Bahkan sentimen
primordialisme mereka semakin terbakar, tatkala mereka harus berhadapan dengan
etnis lain untuk mempertahankan eksistensinya.
Meskipun terkadang muncul gerakan massa yang begitu keras tekanannya, memakai nama
etnis dan kelompok agama, namun sepak terjang ORMAS sangat mempengaruhi situasi di daerah, terutama dalam bidang politik, ekonomi dan social lainnya,
bahkan menggeser kedudukan Parpol untuk lebih merespon kepentingan masyarakat.
Wajah Betawi Milenium
Mungkin
fenomena ini adalah bagian lain dari wajah betawi millennium selaian yang
ditulis Ridwan Saidi dalam bab terakhir buku babad tanah betawi, wajah Betawi
millennium bukan Cuma Sarnadi Adam, Ihsanudin Noorsy, Jefry Al-Bukhori, Sandra
Dewi.
Wajah Betawi millennium juga adalah Masnah, seorang pelantun lagu-lagu gambang
kromong “lagu dalam”, yang tinggal ditangerang dan harus dikembangkan.
Wajah
betawi millennium adalah Haji Sama Saleh Cengkareng dan Bang Warno Rawabelong,
yang masih sering ngelancarin jurus-jurus pukul seliwa Betawinya, meskipun
sudah tidak adalagi anak muda yang datang berguru kepadanya.
Wajah
Betawi millennium adalah Nalih cucu Saim, pimpinan grup lenong Kim-Seng, yang
anaknya harus putus sekolah karena grup lenongnya sudah jarang sekali di
tanggap orang betawi yang hajatan.
Wajah
betawi millennium adalah para pemuda kita yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan melestarikan budayanya.
Dan beruntung kite masih ada FBR, FORKABI, PMB, IKBT, POB dan lainya, yang meskipun
berparas jawara, namun masih mampu berpartisipasi membina, memberdayakan, memelihara, menjaga dan memperkuat masyarakat pribumi dan non-pribumi dan masih
mampu memalingkan wajah orang-orang dari suku lain untuk tetap mengingat
Betawi, atau untuk memberi tahu bahwa betawi masih eksis di kampungnya
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar